<h3> <img align="left" height="100" style="margin-right: 10px" width="100" /><strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><span style="font-size: 16px;">MEMBANGUN KUALITAS MANUSIA</span></span></strong></h3> <p> <strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);">DIMULAI DARI MENYIAPKAN KELUARGA BERKUALITAS</span></strong></p> <p> <span style="color: rgb(0, 0, 205);"><em><span style="font-size: 10px;">Admin Bidang Dalduk DP2KBP3A Kab. Badung</span></em></span></p> <p> <span style="color: rgb(0, 0, 205);"><em><span style="font-size: 10px;">Dilansir dari Materi Kependudukan BKKBN Pusat (Policy Brief 2018)</span></em></span></p> <p> <span style="color: rgb(165, 42, 42);"><strong>A. Indeks Pembangunan Manusia Sebagai Ukuran Keberhasilan Pembangunan.</strong></span></p> <p> Kemajuan suatu daerah tidak  hanya dinilai dari pembangunan infrastruktur utnuk pelayanan publik atau pengelolaan SDM yang ada. Salah satu aspek penting dalam menilai keberhasilan suatu pemerintah daerah dalam pembangunan adalah dari capaian INdeks Pembangunan Manusia (IPM, Human Deplovement Index/HDI). IPM diperkenalkan oleh United Natin Development Programme (UNDP) pada tahunj 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR. Ada tiga variabel pokok yang digunakan untuk menyususn HDI IPM, yaitu kesehatan (longevity), pengetahuan (knowledge) dan ekonomi (decent living standard).</p> <p> IPM merupakan instrumen yang digunakan untuk mengklarifikasi apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Bagi Indonesia IPM merupakan data strategis, karena selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).</p> <p> <span style="color: rgb(165, 42, 42);"><strong>B. IPM di Indonesia</strong></span></p> <p> Secara umum nilai IPM Indonesia mengalami kenaikan secara konsisten sejak 1990 sampai 2015. Namun dari sisi peringkat, Indonesia mengalami penurunan. Pada 2015 Indonesia berada di posisi 110 dan merosot menjadi 113. Posisi diantara negara ASEAN, Indonesia berada diurutan kelima setelah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand.</p> <p> Apa makna situasi ini ?</p> <p> Laporan pembangunan manusia pada 2016 memperlihathan bahwasebenarnya  secara konsisten Indonesia mengalami kenaikan sebesar 30,5 persen atau selama periode 1990-2015. Namun terdapat kecendrungan peningkatan IPM melambat. Pada periode 1990 - 2000 nilai IPM Indonesia mengalami pertumbuhan 1,36 persen pertahun dan kemnudian pada periode 2000-2015 pertumbuhannya sedikit lebih kecil, yaitu 0,96 persen per tahun. Pada periode 2010-2015 pertumbuhan nilai IPM turun menjadi 0,78 persen per tahun. Jika dilihat selama periode 1990-2015, maka IPM kita mengalami pertumbuhan rata-rata 1,07 persen per tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa meskipun selama 25 tahun terakhiur IPM mengalkami pertumbuhan di atas 1 persen per tahun, tetapi ada kecendrungan terjadi perlambatan.</p> <p> Sektor apa yang menjadi kelemahan Indonesia?</p> <p> IPM merepresentasikan tiga sektor utama, yaitu ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Dari dimensi ekonomi yang diukur dengan pendapatan per kapita (GNI/kapita), kondisi Indonesia tidak terlalu buruk. Pada tahun 2015 tercatat pendapatan per kapita Indonesia adalah 10.053 (dihitung dari <span style="color: rgb(0, 0, 205);"><em>parity purchasing power</em></span> tahun 2011). Angka ini bahkan jauh lebih tingg dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki peringkjat lebih baik dibandingkan Indonesia, misalnya Moldova (5.026) rangking 107 dan paraguay (8.182) rangking 110. Keduanya berada di satu kelompok dengan Indonesia yaitu <span style="color: rgb(0, 0, 205);"><strong><em>medium development countries.</em></strong></span></p> <p> Nampak bahwa dimensi yang menyebabkan IPM Indonesia relatif rendah adalah kesehatan, dengan indikatornya angka harapah hidup waktu lahir, dan pendidikan dengan indikatornya rata-rata tahun sekolan. Berdasarkan fakta tersebut, tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa pekerjaan rumah Indonesia adalah di sektor kesehatan dan pendidikan. Jika kedua hal  memiliki masalah, maka pada gilirannya keduanya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan atau faktor ekonomi.</p> <p> Pencapaian pembangunan manusia di Tingkat Provinsi.</p> <p> Kesenjangan IPM antar Provinsi masih tinggi, Hal tersebut tampak dari perbandingan pencapaian IPM pada tahun 2016 antara Jakarta yaitu 79,6 (tertinggi) dengan Papua sebagai Provinsi yang paling rendah (58,05). Kesenjangan juga muncul antar wilayah Indonesia bagian barat, dengan Indonesia Bagian Timur. Jika IPM adalah indikator pencapaian pembangunan, maka hasil perbandingan tersebut menegaskan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah di Indonesia. Perkembangan yang cukup pesat tercatat di Nusa Tenggara Barat dan paling lambat adalah Riau.</p> <p> <strong><span style="color: rgb(165, 42, 42);">C. Faktor Penting dalam Meningkatkan atau Mempertahankan IPM.</span></strong></p> <p> Merujuk pada konsep IPM serta komponen penyusunnya, maka IPM jelas merupakan indikator kualitas penduduk, maka sudah merupakan prasyarat logis bahwa mupaya untuk meningkatkan IPM bagi daerah yang masih rendah capaiannya atau mempertahankan yang sudah baik adalah dengan melakukan upaya di sektor kependudukan. Instrumen terpenting dalam kebijakan pengendalian penduduk adalah melalui program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). mHasil Study di berbagaim tempat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebijakan kependudukan dan KB terhadap kesehatan dan ekonomi. (Barro(1991), Bloom and Canning (2008), serta Mankiw, Romer dan Weil (1992) membuktikan bahwa terdapat hubungan signifikan antara penrurunan fertilitas dan perubahan struktur umur terhadap pertumbuhan ekonomi. Penurunan fertilitas akan menyebabkan menurunnya jumlah penduduk usia anak ( <15 Tahun) akan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.</p> <p> Tulisan Canning and Schultz (2012), Clealand et.al. (2012) juga membuktikan bahwa penurunan kelahiran memiliki pengaruh terhadap peningkatan kesehatan anak. Ukuran keluarga yang lebih kecil dan interval yang lebih panjang antara kelahiran memungkinkan investasi kesehatan tambahan pada anak-anak, yang  pada gilirannya dapat berkontribusi pada perkembangan fisik dan kognitif dan dapat menyebabkan peningkatan modal manusia dan produktivitas pekerja yang lebih baik. Artinya dampak psitif penuruan kelahiran bukan hanya pada kesehatan tetapi juga pada produktivitas. Penelitian Karra, Canning dan Wilde (2017) memperkuat temuan yang sudah disebutkan terdahulu,. Bahkan dalam penelitian ini, disebutkandampak positif penurunan kelahiran bukan hanya pada kesehatan dan ekonomi tetapi juga pada pendidikan, khususnya anak.</p> <p> D. Langkah kongkrit apa yang bisa dilakukan?</p> <p> IPM Indonesia secara Nasional mengalami peningkatan tetapi masih terttinggal jika dibandingkan dengan negara ASEAN. Diperlukan kebijakan yang mampu meningkatkan kinerja pembangunan manusia tersebut. Pada sisi lain kesenjangan antar bprovinsi sangat jelas dan hal ini sekaligus mencerminkan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hal tersebut akan semakin jelas jika kajian IPM dilihat pada tingkat kabupaten/kota. Kesenjangan antara kabupaten/kota semakin besar dan bervariasi. Sementara itu pencapaian di tingkat kabupaten/kota atau provinsi.</p> <p> Berdasarkan kajian hubungan antara kebijakan kependudukan dan KB dengan kondisi sosial ekonomi penduduk, ada bukti yang tidak terbantahkan bahwa kebijakan kependudukan/KB memiliki pengaruh positif terhadap ekonomi rumah tangga, pendidikan dan kesehatan.</p> <p> @ Meningkatkan investasi pembangunan pada upaya untuk meningkatkan kesetaraan Keluarga Berencana (KB), karena selain berdampak pada situasi kependudukan yang kondusif bagi pembangunan daerah, hal ini juga akan membuat kaum perempuan meningkat status kesehatannya dan akan mampu berpartisipasi secara produktif dalam pembangunan ekonomi daerah. </p> <p> @ Menyiapkan generasi yang akan menjadi angkatan kerja dari sisi kualitas di segala aspek kehidupan. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan investasi dalam program Generasi Berencana (Genre) yang menyiapkan generasi untuk mampu menghadapi masa depan mereka dengan maksimal.</p> <p> @ Saat ini tengah ada upaya perubahan di tingkat nasional untuk merevisi peratutran mengenai usia perkawinan karena sudah banyak bukti menunjukkan perkawinan anak/remaja akan membawa banyak dampak negatif, Hal ini pada gilirannya akan berdampak negatif juga pada pencapaian IPM daerah. Oleh karena itu daerah perlu mendorong Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), sehingga mencapai usia minimal 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria.</p> <p> ===================</p>
MEMBANGUN KUALITAS MANUSIA
15 Nov 2018