<h3> <img src="/assets/CKImages/images/images (3)(5).jpg" style="margin-right: 10px; float: left; width: 100px; height: 100px;" /><span style="color: rgb(0, 0, 128);"><span style="font-size: 14px;"><u><strong>Mungkinkah Tenaga PLKB Habis?</strong></u></span></span></h3> <p> Menyimak dari hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 bahwa target indikator Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,1 tahun 2014, ternyata baru tercapai 2,6 tahun 2014.</p> <p> Demikian pula, target angka pemakaian kontrasepsi (CPR) sebesar 65% tahun 2014, namun baru tercapai 57.6%. Demikian juga unmet need KB dari target 5% pada tahun 2014, baru tercapai 8,5%.</p> <p> Pencapaian yan kuran ini, sebagai salah satu faktornya karena semakin berkurangnya "tenaga organik" Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), sebagaimana seperti terlihat pada data yang diambil dari berbagai sumber. Dalam kurun waktu 14 tahun jumlah tenaga PLKB berkurang menjadi tinggal sepertiganya atau secara nominal berkurang sekitar 30 ribu orang.</p> <p> Melihat sejarah perjalanan BKKBN sejak tahun 1970-an, keberhasilan program KB yan menjadi tugas pokok dan fungsi lembaga ini tidak lepas dari peran tenaga lapangan yaitu PLKB. PLKB merupakan faktor yang cukup dominan dalam penurunan TFR mulai dari angka 7 pada tahun 1970-an sampai pada angka 2,6 pada tahun 2010.</p> <p> Memang benar dalam kurun waktu sepuluh tahun capaian program KB relatif stagnan. Namun jika dilihat dari jumlah tenaga PLKB yang merosot, hal ini bisa dijadikan alasan sebagai salah satu faktor penyebab stagnannya angka tersebut.</p> <p> Jika melihat data penurunan jumlah PLKB dari tahun ke tahun, bukan tidak mustahil pada tahun 2020 jumlah PLKB tinggal 5.000 orang untuk seluruh Indonesia. Suatu angka yang tidak rasional untuk menurunkan target TFR dari 2.6 menjadi 2.1 jika tidak ada upaya lain.</p> <p> Menghadapi fenomena tersebut dan kebijakan pemerintah yang memberlakukan moratorium pada tenaga selain tenaga pendidikan dan kesehatan, sebagai alternatif untuk menanggulangi masalah ini adalah mendayagunakan tenaga PNS/ASN, TNI, Polri dan BUMN.</p> <p> Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2014 tentang perubahan ke enam belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, tunjangan anak ditetapkan sebesar 2% dari gaji pokok.</p> <p> Jika saja ada kebijakan menaikkan tunjangan anak dari 2% menjadi 10% bagi PNS, TNI, Polri dan BUMN dengan syarat bahwa mereka yang dinaikkan tunjangannya adalah mereka yang mempunyai anak paling banyak dua orang anak, bisa jadi itu salah satu solusi. Namun bagi mereka yang mempunyai anak lebih dari dua, maka tunjangan mereka tetap 2% dari gaji pokok.</p> <p> Hal ini dimaksud untuk memotivasi aparatur muda yang anaknya masih satu atau baru saja menikah agar merencanakan anaknya hanya dua orang saja. Hal ini dimaksudkan juga sebagai reward kepada aparatur atas kepatuhan mereka terhadap kebijakan "dua anak cukup". Kemudian mereka "didayagunakan" sebagai "tenaga PLKB non organik" dengan tugas tugas tambahan sebagai tenaga penggerak KB.</p> <p> Jika 50% saja dari jumlah tersebut atau sekitar tiga juta aparatur negara bergerak bersama-sama dengan sasaran peserta yang unmet need maupun peserta KB baru, diperkirakan angka TFR yang ditargetkan 2,1 dalam kurang lebih tiga tahun dapat dicapai.</p> <p> Aparatur negara yang berada di barisan paling depan seperti guru, perangkat desa/kelurahan berpeluang menjadi penggerak KB yang produktif. Disamping berada dekat dengan masyarakat, mereka juga bisa menjadi contoh panutan warga masyarakat sekitarnya.</p> <p> Nilai tambah yang didapat selain menurunnya TFR adalah menjadikan KB sebagai gerakan yang di dalamnya terdapat unsur aparatur. Memang sudah saatnya mereka bahu-membahu menggerakan program yang menjadi kepentingan bersama, kepentingan nasional yang pada akhirnya adalah terciptanya keluarga kecil keluarga bahagia sejahtera.</p> <p> <span style="font-size: 10px;"><em><strong>admin bidang dalduk</strong></em></span></p>
MUNGKINKAH TENAGA PLKB HABIS?
28 Jul 2018